Sabtu, 14 Desember 2013

TENTANG BAJU BODO


pakaian adat sulawesi selatan makassar , mandar , bugis (sulawesi selatan) memiliki salah satu prodak  yang di banggakan dan telah menjadi ikon provinsi sulawesi selatan , yaitu baju bodo , bodo gesung merupakan nama lain dari baju bodo . baju gesung sendiri berarti  baju lengan pendek dan  menggelembung karna bagian punggungnya menggelembung , diantara busana adat yang dimiliki sulawesi selatan . baju bodo merupakan baju  yang paling tua usianya , seperti pakaian adat provinsi di pulau sulawesi , baju bodo terdiri dari blus sebagai pakaian bagian atas dan sarung sebagai  pakaian bagian bawah , sementara blusnya terdiri dari jenis baju bodo dan baju labbu . baju labbu merupakan baju bodo berlengan panjang . baju bodo seperti yang telah di jelaskan diawal  termasuk pakaian tradisional indonesia yang tergolong sebagai baju kutang pada bagian blusnya dan busana bungkus pada bagian sarungnya.
            tekstil telah di kenal oleh masyarakat sulawesi sejak zaman batu muda , namun perubahan sosial yang terjadi membawa perubahan dari segala sisi kehidupan maka muncullah mayarakat yang terorganisasi dengan segala bentuk peraturan, ikatan kerja sama seperti membuat kerajinan tangan sebagai perhiasan seperti gelang ,  dan kalung . menenun pakaian dari bahan tesktil dan membuat periuk belanga mulai di lakukan masyarakat pada waktu itu . ketentuan atau cara berbusana pada  masyarakat sulawesi telah di atur dalam sebuah kitab suci , yaitu petuntun atau tuntutan yang merupakan pedoman dalam
dalam melakukan kaidah kerohanian selain itu , kitab tersebut berisi matera untuk pengobatan
mandi dan pernikahan . kitab suci tersebut barasal dari warisan kepercayaan asli , yaitu animisme dan dinamisme sebagai sistem religi dan agama serta kepercayaan yang benar dan terbagi TOANI TOLOTANG , PATUTUNG DAN ALUK TODOLO , awalnya kain terbuat dari kain kasa hitam dan merah rangkap dua dan di kanji.
           panjangnya hingga ke tanah, sehingga merupakan dua kali panjang busana dan lebar kurang lebih  satu meter kain itu kemudian di lipat menurut panjangnya, kedua sisinya di jahit , lalu di sisihkan 12 cm sebagai lengan., agar menggelembung bagian lubang lengan waktu memakainya agak di singsingkan sarung tidak di ikat pada pinggan namun hanya di pegang saja dengan lengan kiri. Bentuk segi empat dari baju bodo merupakan ciri khas baju bodo tersebut , ciri khas lainnya  ialah  bahwa baju bodo tidak berlengan, sisi samping blus di jahit , bentuk badan blus menggelembung , bagian atas di lubangi untuk memasukkan kepala yang sekaligus juga meruakan garis untuk lubang leher tidak mempunyai sambungan leher pada bagian bahu , memakai hiasan berupa kepingan kepingan logam berbentuk bulat berwarna emas di seluruh pinggiran  dan permukaan blus . ada peraturan mengenai pemakaian baju bodo.
             masing masing warna menunjukkan tingkat usia perempuan yang mengenakannya
misalnya warna jingga hanya di pakai oleh wanita berumur 10 tahun . warna jingga dan merah darah  di gunakan oleh wanita yang berumur 10 - 14 tahun , warna merah darah digunakan oleh wanita  berumur 17 - 25 tahun , warna putih di gunakan oleh para inang atau dukung , warna hijau  di gunakan\di peruntuan oleh wanita\perempuan bangsawan, sedangkan warna ungu di  gunakan oleh wanita yang sudah tidak mempunyai suami \ janda . dahulu baju bodo kerap di gunakan di gunakan dalam acara pesta , misalnya pada pesta pernikahan , jauh sebelumnya lagi ,  baju bodo kerap di gunakan dalam upacara kematian dan perayaan . akibat perubahan zaman , pemakaian baju bodo mulai terkikis ,baju bodo kian terpinggirkan akibat meluasnya informasi sehingga timbul ketertarikan terhadap baju adat dari negara lain , pada daerah lain . kebanyakan dari mereka lebih
lebih memilih mengenakan baju ebaya modern, gaun malam , dan busana busana yang teresan modis  dan lebih simple.
          namun , baju bodo tidak sepenuhnya  hilang dari hati masyarakat bugis, mungkin di karenakan ingin mengikuti tradisi yang telah berkembang pada zaman dahulu, karna keinginan sendiri , dan menyukai baju adat bodo yang mempunyai hiasan yang indah seperti kalung rantai dengan motif bunga yang menghubungkan satu bunga kebunga yang lain yang tersusun secara rapih dan teratur, gelang  yang panjang dan bulat , pinggran lengan pergelangan tangan yang sangat nglamour , anting ,  hiasan rambut atau bando dengan hiasan  bunga di atasnya yang tertata rapih dan indah lipa' sabbe yang merupakan sarung kehormatan bagi masyarakat bugis serta masih banyak lagi hiasan yang akan memikat hati si pemakai maupun calon pemakai baju bodo dan wanita yang memakai baju bodo  akan terlihat indah , mempesona , glamour , rapih serta cantik.


                                                                 THE AND

TARI PADDUPPA



 tari paduppa
       Tari Bosara adalah tarian yang mengambarkan bahwa orang bugis jika  kedatangan tamu senantiasa menghidangkan bosara, sebagai tanda kesyukuran dan kehormatan. Pada zaman dahulu tarian ini sering ditarikan untuk menjamu raja, menyambut tamu agung, pesta adat, dan pesta perkawinan. Gerakan tarian ini sangat luwes sehingga enak untuk dilihat.
Bosara sendiri merupakan piring khas suku bugis-Makassar di Sulawesi Selatan. Bahan dasar bosara berasal dari besi dan dilengkapi dengan penutup khas seperti kobokan besar, yang dibalut kain berwarna terang, seperti warna merah, biru, hijau atau kuning, yang diberi ornamen kembang keemasan di sekelilingnya. Bosara biasanya diletakkan di meja dalam rangkaian acara tertentu, khususnya acara yang bersifat tradisional dan sarat dengan nilai-nilai budaya.. Selain digunakan sebagai salah satu alat yang digunakan para penari tarian daerah, bosara juga biasanya menjadi tempat sajian aneka kue tradisional yang diletakkan di meja pada acara resmi pemerintahan sebagai simbol adat Sulsel, khususnya pada acara-acara sakral seperti pesta pernikahan adat. 


.  Bosara yang digunakan sebagai wadah kue tradisional maupun lauk, dijejer rapih di atas meja berkaki pendek, biasanya disebut meja Oshin. Untuk melengkapi sajian dalam wadah bosara itu, diletakkan baki kecil yang di atasnya dilapisi kain yang berwarna mirip dengan warna bosara dan meja. Di atas baki kecil tersebut, diletakkan alas dan piring ceper berukuran kecil yang digunakan untuk meletakkan kue tradisional yang diambil dari bosara, kemudian cangkir untuk minuman teh serta tutupnya, ditambah gelas untuk air putih. Oleh karena itu, tidak heran jika setiap pesta pernikahan adat bugis-Makassar sangat lekat dengan bosara, bahkan ini mentradisi hingga sekarang.sehingga tradisi tersebut tidak dapat punah dan acara tari paduppa akan selalu di kenang oleh generasi penerus bangsa , cara yang baik yaitu mengenalkan anak sejak dini tentang apa itu baju adat bodo dan bagaimana cara memakainya.
Tari Paduppa Bosara sering ditarikan pada setiap acara penting untuk menyambut raja dengan suguhan kue-kue sebanyak dua kasera. Tarian ini juga sering ditarikan saat menyambut tamu agung, pesta adat dan pesta perkawinan. Ini menggambarkan bahwa suku Bugis jika kedatangan tamu akan senantiasa menghidangkan bosara sebagai tanda syukur dan penghormatan.  Budaya Bosara merupakan peninggalan budaya khas Sulawesi Selatan dari jaman kerajaan dulu, khusunya kerajaan Gowa dan kerajaan Bone.  Kata bosara tidak terlepas dari kue-kue tradisional sebagai hal yang saling melengkapi. Bosara merupakan piring khas suku Bugis-Makasar di Sulawesi Selatan. Biasanya Bosara diletakan ditengah meja dalam acara tertentu, terutama dalam acara tradisional yang sarat dengan nilai-nilai budaya. Bosara terbuatdari besi dengan tutupan seperti kobokan besar, yang dibalut kain berwarna terang, yang diberi ornamen kembang keemasan di sekelilingnya.
. Menyebut Bosara sebenarnya meliputi satu kesatuan yaitu piring, yang diatasnya diberi alas kain rajutan dari wol, lalu diatasnya diletakan piring sebagai tempat kue dan diberi penutup Bosara. Kue-kue yang biasanya disajikan dengan menggunakan bosara adalah kue cucur, brongko, kue lapis, biji nangka dan sebagainya, yang umumnya terbuat dari tepung beras. Dan berbagai kue kering seperti banag-banang, umba-umba, rook-roko, dan berbagai macam kue putu. Kue tersebut biasanya disajikan dalam acara-acara adat.bosara pada awalnya terbuat dari kerangka bambu yang emudian diisikan piringsebagai tempat kue atau makanan penutup lainnya sedangkan penutup bosara terbuat dari keranga bambu yang kemudian di lapisi dengan kain di tambah manik manik pada pinggir penutup bosara sehingga terlihat sangat menarik dang mewah , di tambah dengan  tarian paduppa.
Tari Padupa Bosara merupakan sebuah tarian yang mengambarkan bahwa orang bugis kedatangan atau dapat dikatakan sebagai tari selamat datang dari Suku Bugis. Orang Bugis jika kedtangan tamu senantisa menghidangkan bosara sebagai tanda kehormatan. yang berisikan kue kue khas masyarakat bugis seperti cucuru, songolo, bandang bandang , kue lapisi . selain itu tari aduppa bosaran merupakan tarian yang di bawakan oleh wanita  wanita manis yang membawa kue yang hantarkan kepada tamu sebagai tanda penghormatan   tari paduppa bosara kini mempunyai banyak tari kreasi\sudah di kreasikan oleh sebagian masyarakat bugis . tari paduppa bosara menggunakan busana adat bodo dengan hiasan lengkap seperti kalung rantai motif bunga , gelang , hiasa rambut atau bando,anting , dan pinggiran lengan pergelangan tangan yang sangat glamour.


                                              the and          

tari pakarena



tari pakarena

Tari Kipas Pakarena merupakan kesenian tari yang berasal dari daerah Gowa,  Sulawesi Selatan. Dalam bahasa setempat, “pakarena” berasal dari kata “karena” yang memiliki arti “main”. Tarian ini sudah menjadi tradisi di kalangan masyarakat Gowa yang merupakan bekas Kerajaan Gowa.
Tidak ada yang tahu persis Sejarah tari kipas ini. Namun menurut mitos yang ada, tarian Pakarena berawal dari kisah perpisahan antara penghuni boting langi (negeri khayangan) dengan penghuni lino (Bumi) pada zaman dahulu. Konon sebelum berpisah, penghuni boting langi sempat mengajarkan bagaimana cara menjalani hidup, bercocok tanam, beternak, dan berburu kepada penghuni lino, melalui gerakan-gerakan badan dan kaki. Selanjutnya, gerakan-gerakan itu pula yang dipakai penghuni limo sebagai ritual untuk mengungkapkan rasa syukur kepada penghuni boting langi.

Ekspresi kelembutan akan banyak terlihat dalam gerakan tarian ini, mencerminkan karakter perempuan Gowa yang sopan, setia, patuh dan hormat terhadap laki-laki pada umumnya, khususnya terhadap suami. Tarian ini sebenarnya terbagi dalam 12 bagian, meski agak susah dibedakan oleh orang awam karena pola gerakan pada satu bagian cenderung mirip dengan bagian lainnya. Tapi setiap pola mempunyai maknanya sendiri. Seperti gerakan duduk yang menjadi tanda awal dan akhir pementasan tarian Pakarena. Gerakan berputar searah jarum jam melambangkan siklus hidup manusia. Sementara gerakan naik turun mencerminkan roda kehidupan yang kadang berada di bawah dan kadang di atas. Tarian Kipas Pakarena memiliki aturan yang cukup unik, di mana penarinya tidak diperkenankan membuka matanya terlalu lebar, sementara gerakan kakinya tidak boleh diangkat terlalu tinggi.

Tarian ini biasanya berlangsung selama sekitar dua jam, jadi penarinya dituntut untuk memiliki kondisi fisik yang prima. Sementara itu, tabuhan Gandrang Pakarena yang disambut dengan bunyi tuip-tuip atau seruling akan mengiringi gerakan penari. Gemuruh hentakan Gandrang Pakarena yang berfungi sebagai pengatur irama dianggap sebagai cermin dari watak kaum lelaki Sulawesi Selatan yang keras. Sebagai pengatur irama musik pengiring, pemain Gandrang harus paham dengan gerakan tarian Pakarena. Kelompok pemusik yang mengiringi tarian ini biasanya berjumlah tujuh orang, dan dikenal dengan istilah Gondrong Rinci. Tidak hanya penari saja yang bergerak, penabuh gandrang juga ikut menggerakkan bagian tubuhnya, terutama kepala.  Ada dua jenis pukulan yang dikenal dalam menabuh gandrang, yaitu menggunakan stik atau bambawa yang terbuat dari tanduk kerbau, dan menggunakan tangan.

Tari Pakarena merupakan kesenian Tradisional yang berkembang di Gowa, Sulawesi Selatan, tarian ini sering dipertontonkan pada acara khusus. Asal-usul tarian Pakarena sendiri berasal dari kisah mitos perpisahan penghuni boting langit(negara kahyangan) dengan penghuni lino(bumi) pada zaman dahulu. Sebelum detik-detik perpisahan, boting langit mengajarkan penghuni lino mengenai tata cara hidup, bercocok tanam, beternakhingga cara berburu lewat gerakan-gerakan tangan dan kaki.Gerakan-gerakan inilah yang kemudian menjadi tarian ritual saat penduduk lino menyampaikan rasa syukurnya kepada penghuni boting langit.  Pakarena adalah bahasa setempat berasal dari kata Karena yang artinya main. Sementara ilmu hampa menunjukan pelakunya. Tarian ini mentradisi di kalangan masyarakat Gowo yang merupakan wilayah bekas Kerajaan Gowa.

Tari Pakarena mencerminkan watak perempuan Gowa sesungguhnya yang sopan, setia, patuh dan hormat kepada laki-laki terutama terhadap suami. Tarian ini terbagi dalam 12 bagian, gerakan yang sama, nyaris terangkai sejak tarian bermula. Pola gerakan yang cenderung mirip dilakukan dalam setiap bagian tarian. Sebetulnya pola-pola ini memiliki makna khusus. Gerakan pada posisi duduk menjadi pertanda awal akhir Tarian Pakarena.  Gerakan berputar mengikuti arah jarum jam. Menunjukan siklus kehidupan manusia. Sementara gerakan naik turun, merupakan cermin irama kehidupan manusia. Aturan pada tarian ini adalah seorang penari Pakarena tidak diperkenankan membuka matantya terlalu lebar. Demikian pula dengan gerakan kaki, kaki tidak boleh diangkat terlalu tinggi. Peraturan ini berlaku sampai pertunjukan selesai. Para penari, Tari Pakarena begitu lembut mengerakan anggota tubuhnya, merupakan sebuh cerminan wanita Sulawesi Selatan. 

Gandrung Pakarena, merupakan tampilan kaum pria Sulawesi Selatan yang keras.Tarian Pakarena dan musik pengiringnya bak angin kencang dan gelombang badai. Musik Gandrung Pakarena bukan hanya sekedar pengiring tarian. Musik ini juga sebagai penghibur bagi penonton. Suara hentakan lewat empat Gandrung atau gendang yang ditabuh bertalu-talu dilengkapi dengan tiupan seruling akan menghasilkan musik yang khas. Gemuruh suara yang terdengar dari sejumlah alat musik tradisional Sulawesi Selatan ini begitu berpengaruh kepada para penonton. Mereka begitu bersemangat. Seakan tak ingat lagi waktu pertunjukan yang biasa berlangsung semalam suntuk.


                                                                                 the and.

hungan antara baju bodo dan islam

Baju Bodo sudah dikenal masyarakat Sulawesi Selatan pada pertengahan abad IX (pen), hal ini diperkuat dari sejarah kain Muslin yakni kain yang digunakan sebagai bahan dasar baju bodo itu sendiri. Kain Muslin adalah lembaran kain hasil tenunan dari pilinan kapas yang dijalin dengan benang katung . Memiliki rongga dan kerapatan benang yang renggang menjadikan kain Muslin sangat cocok untuk daerah tropis dan daerah beriklim kering,serta terdiri atas beberapa warna , baju bodo yang akan saya perlihatkan yaitu baju bodo berwarna hijau dengan kain yang bercorak segi empat dan  serta serta model jahitan cukup baik, baik  dalam maksud untuk kain tidak terlalu tipis meskipun ada beberapa di antaranya yang berbahan tipis tapi menggunakan dalaman sehingga tidak terlalu mencolok aurat   wanita\perempuan atau si pemakai.

Kain Muslin (Eropa) atau Maisolos (Yunani Kuno), Masalia (India Timur) dan Ruhm (Arab), tercatat pertama kali dibuat dan diperdagangkan di kota Dhaka, Bangladesh, hal ini merujuk pada catatan seoraang pedagang Arab bernama Sulaiman pada Abad IX [1]. Sementara Marco Polo pada tahun 1298 Masehi dalam bukunya The Travel of Marco Polo  menggambarkan kain muslin itu dibuat di Mosul, (Irak) dan dijual oleh pedagang yang disebut “Musolini”.[2]  Uniknya, masyarakat Sulawesi Selatan lebih dulu mengenal dan mengenakan jenis kain ini dibanding masyarakat Eropa, yang baru mengenalnya para XVII dan baru popular di Prancis pada abad XVIII. Meski pun begitu baju adat bodo merupakan baju adat dari sulawesi selatan tepatnya pada daerah makassar bagian bone dan pada suku ap................................?

         baju bodo pada masyarakat islam tidak sama dengan model bodo pada masyarakat bone  perbedaannya terletak pada jenis kain , model baju , dan cara penyajiannya serta kain pada baju bodo islam , karakteristik  pada baju bodo islam yaitu dapat menutup auratcontoh perhiasan pada baju bodo islam yaitu menggunakan hiasan rambut atau  bando , bunga hiasan rambut ,gelang dengan bentuk bulat seperti pada gelang pada umumnya yang
tersusun rapi sampai menghampiri pergelangan tangan dengan motif berbeda beda,menggunakan kalung rantai  dengan motif bunga yang menghubungkan satu bunga ke bunga yang lain serta menggunakan rok sampai pergelangan kaki dan menggunakan dalaman  berupa lipa sabbe dengan warna putih  kotak kotak dengan warna kain luar berwarna hijau
mudah.

           baju bodo islam merupakan salah satu baju bodo yang sangat indah , serta sangat baik di gunakan  bagi tingkatan  segala umur yaitu umur 7-52 tahun baju bodo ini sangat indah , menarik , memesonah , maupun sangat mengesankan bagi para pengguna baju adat bodo . bagi mereka atau wanita \ perempuan yang mengenakan baju bodo  akan ter-lihat manis jika di pandang serta terlihat mewah \ terlihat mempunyai derajat yang tinggi apalagi foto\gambar yang saya tampilkan adalah baju adat yang berwarna hijau
yang sesuai dengan anak bangsawa , banya dari masyarakat yang berkata bahwa mengenakan baju bodo adalah hal yang sangat mengasikkan dan membuat merea menjadi lebih menarik.

Baju bodo islam dapat di gunakan dalam berbagai acara, selain pesta pernikahan juga pada acara  acara seperti sunatan atau  khinatan , acara acara spiritual, serta pada acara acara besar lainnya . namun ditengah era gloalisasi sekarang banyak budaya budaya serta baju adat dari mancanegara yang sekarang banyak di sukai oleh para remaja maupun anak anak  sehingga baju bodo sedikit tersingkirkan ,untuk itu kita sebagai bangsa indonesia harus berkerja keras untuk menaikkan baju adat adat bodo sehingga menjadi terkenal bahkan sampai dikenal oleh dunia internasional
Bahwa inilah baju adat bodo’bado bajuku,pangkep kotaku,sulawesi provinsiku,indonesia negaraku dan bumi tempatku berpijat,serta tuhan tempatku berserah diri’.




                                                                   the and

asal usul baju 'bodo'



Sejarah Baju Bodo adalah pakaian tradisional perempuan Makassar. Dalam suku Bugis baju ini disebut Waju Tokko. Baju Bodo berbentuk segi empat, biasanya
berlengan pendek, yaitu setengah atas bagian siku lengan. Dalam bahasa Makassar, kata “Bodo” berarti pendek. Baju Bodo atau Waju Tokko, sudah dikenal oleh
masyarakat Sulawesi Selatan sejak pertengahan abad IX (pen), hal ini diperkuat dari sejarah kain Muslin, kain yang digunakan sebagai bahan dasar Baju Bodo itu
sendiri. Kain Muslin adalah lembaran kain hasil tenunan dari pilinan kapas yang dijalin dengan benang katun.
  Memiliki rongga dan kerapatan benang yang renggang menjadikan kain Muslin sangat cocok untuk daerah tropis dan daerah beriklim kering. Kain Muslin (Eropa) atau Maisolos (Yunani Kuno), Masalia (India Timur) dan Ruhm (Arab), tercatat pertama kali dibuat dan diperdagangkan di kota Dhaka, Bangladesh, hal ini merujuk pada catatan seorang pedagang Arab bernama Sulaiman pada abad IX.

 Sementara Marco Polo pada tahun 1298 Masehi, dalam bukunya The Travel of Marco Polo, menjelaskan bahwa kain Muslin itu dibuat di Mosul (Irak) dan dijual oleh pedagang yang disebut “Musolini”. Uniknya, masyarakat Sulawesi Selatan
sudah lebih dulu mengenal dan mengenakan jenis kain ini dibanding masyarakat Eropa, yang baru mengenalnya pada abad XVII dan baru populer di Perancis pada abad XVIII. Sehingga tidak janggal jika pada tahun 1930-an, masih banyak ditemui perempuan Bugis- Makassar memakai Baju Bodo/Waju Tokko tanpa memakai penutup dada. Masuknya Islam dan Munculnya Baju La’bu Meski ajaran agama Islam sudah mulai menyebar dan dipelajari oleh masyarakat di Sulawesi sejak abad ke-5,namun secara resmi baru diterima sebagai agama kerajaan pada abad ke-17.


 Pergerakan DII/TII di Sulawesi juga berpengaruh besar pada perkembangan Baju Bodo saat itu. Ketatnya larangan kegiatan dan pesta adat oleh DII/TII, membuat
Baju Bodo menjadi asing dikalangan masyarakat Sulawesi Selatan. Larangan ini muncul mengingat penerapan syariat Islam yang diusung oleh pergerakan DII/TII. Tak pelak, pelarangan ini menjadi isu besar dikalangan para pelaku adat dan agamawan .Dalam ajaran agama Islam ditegaskan bahwa, pakaian yang dibenarkan adalah pakaian yang menutup aurat, tidak menampakkan lekuk tubuh dan rona kulit selain telapak tangan dan wajah. Kontroversi ini kemudian disikapi bijak oleh kerajaan Gowa, hingga muncullah modifikasi baju bodo yang dikenal dengan nama Baju La’bu (serupa dengan Baju Bodo, tetapi lebih tebal, gombrang, panjang hingga lutut) Perlahan, Baju Bodo/Waju Tokko yang semula tipis berubah menjadi lebih tebal dan terkesan kaku. Jika pada awalnya memakai kain muslin, berikutnya baju ini dibuat dengan bahan benang sutera.


 Bagi golongan agamawan, adanya Baju La’bu ini adalah solusi terbaik, tidak melanggar hukum Islam dan juga tidak menghilangkan nilai adat Warna dan Arti Menurut adat Bugis, setiap warna Waju Tokko yang dipakai oleh perempuan Bugis menunjukkan usia ataupun martabat pemakainya. Anak dibawah 10 tahun memakai Waju Tokko yang disebut Waju Pella-Pella (kupu-kupu), berwarna kuning gading (maridi) sebagai pengambaran terhadap dunia anak kecil yang penuh keriangan. Warna ini adalahanalogi agar sang anak cepat matang dalam menghadapi tantangan hidup. Umur 10-14 tahun memakai Waju Tokko berwarna jingga atau merah muda. Warna merah muda dalam bahasa Bugis disebut Bakko, adalah representasi dari kata Bakkaa, yang berarti setengah matang. Umur 14-17 tahun, masih memakai Waju Tokko berwarna jingga atau merah muda, tapi dibuat
berlapis/ bersusun dua, hal ini dikarenakan sang gadis sudah mulai tumbuh payudaranya.


        baju bodo  Juga dipakai oleh mereka yang sudah menikah tapi belum memiliki anak. Umur 17-25 tahun memakai Waju Tokko berwarna merah darah, berlapis/ bersusun. Dipakai oleh perempuan yang sudah menikah dan memiliki anak, berasal dari filosofi, bahwa sang perempuan tadi dianggap sudah mengeluarkan darah dari rahimnya yang berwarna merah. Umur 25-40 tahun memakai Waju Tokko berwarna hitam. Waju Tokko berwarna putih digunakan oleh para inang/pengasuh raja atau para dukun atau bissu. Para bissu memiliki titisan darah berwarna putih, inilah yang mengantarkan mereka mampu menjadi penghubung dengan Botting Langi (khayangan), peretiwi (dunia nyata), dan ale kawa(dunia roh). Mereka dipercaya tidak memiliki alat kelamin, sehingga terlepas dari kepentingan syahwat.Para putri raja, bangsawan dan keturunannya yang
dalam bahasa Bugis disebut maddara takku (berdarah bangsawan) memakai Waju Tokko berwarna hijau.


Dalam bahasa Bugis, warna hijau disebut kudara, yang berasal dari kata na-takku dara-na, yang secara harfiah berarti “mereka yang menjunjung tinggi harkat kebangsawananny a.” Waju Tokko berwarna ungu dipakai oleh para janda. Dalam bahasa Bugis, warna ungu disebut kemummu yang juga dapat berarti lebamnya bagian tubuh yang terkena pukulan atau benturan benda keras. Dalam pranata sosial masyarakat Bugis jaman dahulu, menikah dengan seorang janda merupakan sebuah aib. Cara Pakai dan Aksesoris Cara memakai Baju Bodo/Waju Tokko sangat mudah, layaknya seperti memakai t-shirt. Baju Bodo/Waju Tokko dikenakan dengan menggunakan bawahan Lipa’ Sa’be (sarung sutera) yang bermotif kotak- kotak cerah. Lipa’ Sa’be dipakai seperti memakai sarung yang kadang diperkuat dengan tali atau ikat pinggang agar tidak melorot. Pada bagian pinggang, Baju Bodo/Waju Tokko dibiarkan menjuntai menutupi ujung sarung bagian atas. Si pemakai biasanya memegang salah satu ujung baju bodo lalu disampirkan di lengan. Sebagai aksesoris, ditambahkan kalung, gelang panjang, anting, dan bando atau tusuk konde di kepala.
Ada pula yang menambahkan bunga sebagai penghias di rambut. Selain untuk acara adat seperti upacara pernikahan, Baju Bodo/Waju Tokko saat ini juga dipakai untuk menyambut tamu agung dan acara lainnya seperti menari.





                                                the and

adat pernikahan masyarakat bugis

       Suku Bugis adalah salah satu suku yang berdomisili di Sulawesi Selatan. Ciri utama kelompok etnik ini adalah bahasa dan adat-istiadat, sehingga pendatang Melayu dan Minangkabau yang merantau ke Sulawesi sejak abad ke-15 sebagai tenaga administrasi dan pedagang di Kerajaan Gowa dan telah terakulturasi, juga bisa dikategorikan sebagai orang Bugis. Diperkirakan populasi orang Bugis mencapai angka enam juta jiwa. Kini orang-orang Bugis menyebar pula di berbagai provinsi Indonesia, seperti Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Papua, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Orang Bugis juga banyak yang merantau ke mancanegara seperti di Malaysia, India, dan Australia. Suku Bugis adalah suku yang sangat menjunjung tinggi harga diri dan martabat. Suku ini sangat menghindari tindakan-tindakan yang mengakibatkan turunnya harga diri atau martabat seseorang. Jika seorang anggota keluarga melakukan tindakan yang membuat malu keluarga, maka ia akan diusir atau dibunuh.
       Namun, adat ini sudah luntur di zaman sekarang ini. Tidak ada lagi keluarga yang tega membunuh anggota keluarganya hanya karena tidak ingin menanggung malu dan tentunya melanggar hukum. Sedangkan adat malu masih dijunjung oleh masyarakat Bugis kebanyakan. Walaupun tidak seketat dulu, tapi setidaknya masih diingat dan dipatuhi. Salah satu daerah yang didiami oleh suku Bugis adalah Kabupaten Sidenreng Rappang. Kabupaten Sidenreng Rappang disingkat dengan nama Sidrap adalah salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Pangkajene Sidenreng. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.506,19 km2 dan berpenduduk sebanyak kurang lebih 264.955 jiwa. Penduduk asli daerah ini adalah suku Bugis yang ta’at beribadah dan memegang teguh tradisi saling menghormati dan tolong menolong. Dimana-mana dapat dengan mudah ditemui bangunan masjid yang besar dan permanen.
       Adat pernikahan: Pernikahan yang kemudian dilanjutkan dengan pesta perkawinan merupakan hal yang membahagiakan bagi semua orang terutama bagi keluarga dan orang-orang di sekitarnya. Di Sulawesi Selatan terdapat banyak adat perkawinan sesuai dengan suku dan kepercayaan masyarakat. Bagi orang Bugis-Makassar, pernikahan/perkawinan diawali dengan proses melamar atau “Assuro” (Makassar) dan “Madduta” (Bugis). Jika lamaran diterima, dilanjutkan dengan proses membawa uang lamaran dari pihak pria yang akan dipakai untuk acara pesta perkawinan oleh pihak wanita ini disebut dengan “Mappenre dui” (bugis) atau “Appanai leko caddi” (Makassar). Pada saat mengantar uang lamaran kemudian ditetapkan hari baik untuk acara pesta perkawinan yang merupakan kesepakatan kedua belah pihak. Sehari sebelum hari “H” berlangsung acara “malam pacar” mappaci (bugis) atau “akkorontigi” (Makassar), calon pengantin baik pria maupun wanita (biasanya sdh mengenakan pakaian adat daerah masing-masing) duduk bersila menunggu keluarga atau kerabat lainnya datang mengoleskan daun pacar ke tangan mereka sambil diiringi do’a-do’a untuk kebahagiaan mereka.
          Keesokan harinya (Hari “H”), para kerabat datang untuk membantu mempersiapkan acara pesta mulai dari lokasi, dekoasi, konsumsi, transportasi dan hal-hal lainnya demi kelancaran acara. Pengantin pria diberangkatkan dari rumahnya (Mappenre Botting = Bugis / Appanai leko lompo = Makassar) diiringi oleh kerabat dalam pakaian pengantin lengkap dengan barang seserahan ‘erang-erang’ menuju rumah mempelai wanita. Setibanya di rumah mempelai wanita, pernikahanpun dilangsungkan, mempelai pria mengucapkan ijab kabul dihadapan penghulu disaksikan oleh keluarga dan kerabat lainnya. Setelah proses pernikahan selesai, para pengantar dipersilakan menikmati hidangan yang telah dipersiapkan. Selanjutnya, para pengantar pulang dan mempelai pria tetap di rumah mempelai wanita untuk menerima tamu-tamu yang datang untuk mengucapkan selamat dan menyaksikan acara pesta perkawinan.
         
Pada acara pesta perkawinan biasanya meriah karena diiringan oleh hiburan organ tunggal atau kesenian daerah lainnya. Keesokan harinya, sepasang pengantin selanjutnya diantar ke rumah mempelai pria dengan iring-iringan yang tak kalah meriahnya. Selanjutnya, rumah mempelai pria berlangsung acara yang samabahasa Bugis disebut ‘mapparola’.ketika sang pangantin perempuan di bawa ke rumah sang pengantin pria dinamakan ' silekke ka dua ' dan kemudian sang penganting  wanita pergi ke rumah sang pengantinglelaki maka dinamakan ' lao ri bolana matoan barunna ' setelah selesai semua adat pernikahan maka sang ke dua mempelai penganting memulai untuk membuka lembaran baru sebagai sang suami dan istri, serta menjalankan syariat agama dalam rumah tangga mereka.baju bodo yang di gunakan oleh sang penganting wanita yaitu aju bodo yang dengan hiasan lengkap seperti kalung motif bungan , gelang, anting , hiasan rambut atau bando dll.


                                                            the and

baju bodo busana adat tertua didunia


 


 Baju Bodo, busana dengan potongan simetris sederhana, dengan efek menggelembung dan longgar, berasal dari etnis Sulawesi Selatan ini, diketahui ternyata merupakan salah satu busana tertua di dunia. Dalam Festival Busana Nusantara 2007 lalu di Kuta – Bali,  perancang busana kenamaan Oscar Lawalata menegaskan, “Baju bodo itu adalah salah satu baju tertua di dunia… dan dunia internasional belum mengetahuinya,”.Baju Bodo atau yang dikenal dengan nama baju Tokko sudah dikenal masyarakat Sulawesi Selatan pada pertengahan abad IX, hal ini diperkuat dari sejarah kainMuslin, kain yang digunakan sebagai bahan dasar baju bodo itu sendiri. Kain Muslin adalah lembaran kain hasil tenunan dari pilinan kapas yang dijalin dengan benang katun. Memiliki rongga dan kerapatan benang yang renggang menjadikan kain Muslin sangat cocok untuk daerah tropis dan daerah beriklim kering.Kain Muslin (Eropa) atau Maisolos (Yunani Kuno), Masalia (India Timur) dan Ruhm (Arab), tercatat pertama kali dibuat dan diperdagangkan di kota Dhaka, Bangladesh, hal ini merujuk pada catatan seoraang pedagang Arab bernama Sulaiman pada Abad IX.
 Sementara Marco Polo pada tahun 1298 Masehi dalam bukunya The Travel of Marco Polo  menggambarkan kain muslin itu dibuat di Mosul, (Irak) dan dijual oleh pedagang yang disebut “Musolini”. Uniknya, masyarakat Sulawesi Selatan lebih dulu mengenal dan mengenakan jenis kain ini dibanding masyarakat Eropa, yang baru mengenalnya para XVII dan baru popular di Prancis pada abad XVIII.Pada awal munculnya, baju tokko tidaklah lebih dari baju tipis dan longgar sebagaimana karakter kain Muslin.  Tampilannya masih transparan sehingga masih menampakkan payudara, pusar dan lekuk tubuh pemakainya. Hal ini diperkuat oleh James Brooke dalam bukunya Narrative of Events, sebagaimna dikutip Christian Pelras dalam Manusia Bugis, mengatakan ;“Perempuan [Bugis] mengenakan pakaian sederhana… Sehelai sarung [menutupi pinggang] hingga kaki dan baju tipis longgar dari kain muslin (kasa), memperlihatkan payudara dan leluk-lekuk dada.”Penggunaan kutang pada tahun 30-an belum popular di Tanah Bugis.
Sehingga tidak janggal  jika pada saat itu masih banyak ditemui perempuan Bugis menggunakan Baju Tokko tanpa memakai penutup dada.Sejatinya, dalam adat Bugis, setiap warna baju Tokko yang dipakai oleh perempuan Bugis menunjukkan usia serta martabat pemakainya. Kata “Tokko”, diperkirakan menilik pada bentuk baju tersebut yang berbentuk baju kurung tanpa jahitan, bagian bawah terbuka, bagian atas berlubang seukuran kepala tanpa kerah.   Bagian depan tidak memiliki kancing atau perekat lainnya, pada ujung atas sebelah kiri dan kanan dibuat lubang selebar satu jengkal. Lubang tersebut berfungsi sebagai lubang keluar masuknya lengan. Atas dasar inilah maka baju ini kemudian disebut sebagai baju Pokko, baju yang tidak memiliki lengan. Pada perkembengan berikutnya kata pokko berubah menjadi tokko. Dalam versi lain, disebutkan kata tokko berasal dari kata takku, kata takku sendiri adalah ungkapan untuk menyatakan starata sosial bangsawan.
 Hal ini menilik pada kata Maddara Takku, yang menunjukkan seseorang yang memiliki darah keturunan bangsawan. Secara harafiah, baju tokko bisa diartikan sebagai baju untuk kaum bangsawan.Ajaran agama Islam mulai menyebar dan dipelajari masyarakat di Sulawesi sejak Abad ke-V, namun secara resmi baru diterima sebagai agama kerajaan pada abad XVII. Ketatnya larangan kegiatan dan pesta adat menurut ajaran islam membuat baju bodo menjadi asing dikalangan masyarakat Sulawesi Selatan.Kontroversi ini kemudian disikapi bijak oleh kerajaan Gowa, hingga muncullah modifikasi baju bodo yang dikenal Baju Labbu(serupa dengan baju bodo, tetapi lebih tebal, gombrang, panjang hingga lutut). Perlahan, baju tokko yang semula tipis berubah menjadi lebih tebal dan terkesan kaku. Jika pada awalnya memakai kain muslin (kain sejenis kasa), berikutnya baju bodo dibuat dengan bahan benang sutera.Bagi golongan agamawan, adanya baju labbu ini adalah solusi terbaik, tidak melanggar hukum Islam dan juga tidak menghilangkan nilai adat.
Maka, saat bermunculan baju ­bodo dengan berbagai model dan variasi, seperti yang terjadi saat ini, itulah bentuk konstruksi budaya manusia Bugis-Makassar saat ini. Kombinasi dan variasi baju bodo yang ada saat ini, terbukti mampu diterima oleh berbagai kalangan dan lapisan masyarakat. Baju bodo tidak lagi sekedar pakaian adat, melainkan dapat dipakai diacara resmi, bahkan busana kerja.baju adat pada saat ini dapat di gunakan dalam berbagai acara selain pesta pernikahan juga dapat di gunakan ada acara sunatan ayau khitanan, acara acara spiritual , acara acara pada hari besar bugis , acara acara sekolah,kantor,dan keluargaserta dapat juga di gunakan pada peragan busana atau lomba dalam berbusana adat, betapa kayanya orang bugisari kita sebagai masyarakat bugis maupun masyarakat dari suku bugis untuk harus memperjuangkan baju bodo'baju tokko' untuk supaya generasi muda kita nanti dapat mengetahui bahwa baju bodo merupakan salah satu baju adat dari sulawesi dan indonesia


                                                         the and.