Sabtu, 14 Desember 2013

tari pakarena



tari pakarena

Tari Kipas Pakarena merupakan kesenian tari yang berasal dari daerah Gowa,  Sulawesi Selatan. Dalam bahasa setempat, “pakarena” berasal dari kata “karena” yang memiliki arti “main”. Tarian ini sudah menjadi tradisi di kalangan masyarakat Gowa yang merupakan bekas Kerajaan Gowa.
Tidak ada yang tahu persis Sejarah tari kipas ini. Namun menurut mitos yang ada, tarian Pakarena berawal dari kisah perpisahan antara penghuni boting langi (negeri khayangan) dengan penghuni lino (Bumi) pada zaman dahulu. Konon sebelum berpisah, penghuni boting langi sempat mengajarkan bagaimana cara menjalani hidup, bercocok tanam, beternak, dan berburu kepada penghuni lino, melalui gerakan-gerakan badan dan kaki. Selanjutnya, gerakan-gerakan itu pula yang dipakai penghuni limo sebagai ritual untuk mengungkapkan rasa syukur kepada penghuni boting langi.

Ekspresi kelembutan akan banyak terlihat dalam gerakan tarian ini, mencerminkan karakter perempuan Gowa yang sopan, setia, patuh dan hormat terhadap laki-laki pada umumnya, khususnya terhadap suami. Tarian ini sebenarnya terbagi dalam 12 bagian, meski agak susah dibedakan oleh orang awam karena pola gerakan pada satu bagian cenderung mirip dengan bagian lainnya. Tapi setiap pola mempunyai maknanya sendiri. Seperti gerakan duduk yang menjadi tanda awal dan akhir pementasan tarian Pakarena. Gerakan berputar searah jarum jam melambangkan siklus hidup manusia. Sementara gerakan naik turun mencerminkan roda kehidupan yang kadang berada di bawah dan kadang di atas. Tarian Kipas Pakarena memiliki aturan yang cukup unik, di mana penarinya tidak diperkenankan membuka matanya terlalu lebar, sementara gerakan kakinya tidak boleh diangkat terlalu tinggi.

Tarian ini biasanya berlangsung selama sekitar dua jam, jadi penarinya dituntut untuk memiliki kondisi fisik yang prima. Sementara itu, tabuhan Gandrang Pakarena yang disambut dengan bunyi tuip-tuip atau seruling akan mengiringi gerakan penari. Gemuruh hentakan Gandrang Pakarena yang berfungi sebagai pengatur irama dianggap sebagai cermin dari watak kaum lelaki Sulawesi Selatan yang keras. Sebagai pengatur irama musik pengiring, pemain Gandrang harus paham dengan gerakan tarian Pakarena. Kelompok pemusik yang mengiringi tarian ini biasanya berjumlah tujuh orang, dan dikenal dengan istilah Gondrong Rinci. Tidak hanya penari saja yang bergerak, penabuh gandrang juga ikut menggerakkan bagian tubuhnya, terutama kepala.  Ada dua jenis pukulan yang dikenal dalam menabuh gandrang, yaitu menggunakan stik atau bambawa yang terbuat dari tanduk kerbau, dan menggunakan tangan.

Tari Pakarena merupakan kesenian Tradisional yang berkembang di Gowa, Sulawesi Selatan, tarian ini sering dipertontonkan pada acara khusus. Asal-usul tarian Pakarena sendiri berasal dari kisah mitos perpisahan penghuni boting langit(negara kahyangan) dengan penghuni lino(bumi) pada zaman dahulu. Sebelum detik-detik perpisahan, boting langit mengajarkan penghuni lino mengenai tata cara hidup, bercocok tanam, beternakhingga cara berburu lewat gerakan-gerakan tangan dan kaki.Gerakan-gerakan inilah yang kemudian menjadi tarian ritual saat penduduk lino menyampaikan rasa syukurnya kepada penghuni boting langit.  Pakarena adalah bahasa setempat berasal dari kata Karena yang artinya main. Sementara ilmu hampa menunjukan pelakunya. Tarian ini mentradisi di kalangan masyarakat Gowo yang merupakan wilayah bekas Kerajaan Gowa.

Tari Pakarena mencerminkan watak perempuan Gowa sesungguhnya yang sopan, setia, patuh dan hormat kepada laki-laki terutama terhadap suami. Tarian ini terbagi dalam 12 bagian, gerakan yang sama, nyaris terangkai sejak tarian bermula. Pola gerakan yang cenderung mirip dilakukan dalam setiap bagian tarian. Sebetulnya pola-pola ini memiliki makna khusus. Gerakan pada posisi duduk menjadi pertanda awal akhir Tarian Pakarena.  Gerakan berputar mengikuti arah jarum jam. Menunjukan siklus kehidupan manusia. Sementara gerakan naik turun, merupakan cermin irama kehidupan manusia. Aturan pada tarian ini adalah seorang penari Pakarena tidak diperkenankan membuka matantya terlalu lebar. Demikian pula dengan gerakan kaki, kaki tidak boleh diangkat terlalu tinggi. Peraturan ini berlaku sampai pertunjukan selesai. Para penari, Tari Pakarena begitu lembut mengerakan anggota tubuhnya, merupakan sebuh cerminan wanita Sulawesi Selatan. 

Gandrung Pakarena, merupakan tampilan kaum pria Sulawesi Selatan yang keras.Tarian Pakarena dan musik pengiringnya bak angin kencang dan gelombang badai. Musik Gandrung Pakarena bukan hanya sekedar pengiring tarian. Musik ini juga sebagai penghibur bagi penonton. Suara hentakan lewat empat Gandrung atau gendang yang ditabuh bertalu-talu dilengkapi dengan tiupan seruling akan menghasilkan musik yang khas. Gemuruh suara yang terdengar dari sejumlah alat musik tradisional Sulawesi Selatan ini begitu berpengaruh kepada para penonton. Mereka begitu bersemangat. Seakan tak ingat lagi waktu pertunjukan yang biasa berlangsung semalam suntuk.


                                                                                 the and.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar